Ketika Cinta Bertasbih goes to Kampus Universitas Andalas, Padang
Universitas Andalas, Padang - Kerinduan dan rasa penasaran para pembaca dan penggemar Novel dan film ketika cinta bertasbih, terlebih pada penulisnya, Habiburrahman El Shirazy terpenuhi sudah. Senin, 1 juni 2009, para bintang utama film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) sekaligus penulis novel KCB hadir di Universitas Andalas. Bekerja sama dengan Sinemart, Wardah Cosmetic dan Madani FM, Departemen Semi Otonom (DSO) Rabbani Multimedia Centre Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Kajian Islam Rabbani (FKI Rabbani Unand) menggelar talkshow dan temu bintang Ketika Cinta Bertasbih (KCB) yang juga merupakan dalam serangkaian promo film KCB.
Diadakan di aula Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unand, pembukaan dimulai pada pukul 09.00 WIB. Dalam keterangannya, Koordinator Rabbani Multimedia Centre (RMC) Fatiah L.M merasa mendapat apresiasi dan kesempatan dari pihak yang telah menjalin kerjasamanya. Melalui acara ini, diharapkan RMC sebagai media pembentuk opini keislaman di kampus Unand dapat memberikan sumbangsih dalam menghidupkan dan membangun kebiasaan menulis di kalangan mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah dan juga kepada aktivis kampus dalam rangka berdakwah lewat tulisan.
Ketua Umum UKM FKI Rabbani Unand, Hanapiah menyatakan terima kasih kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam menyukseskan acara ini. Beliau berharap dari acara ini ada kebaikan-kebaikan dan semangat yang dapat diambil dalam rangka memajukan potensi diri dan semangat menghasilkan karya.
Acara yang dihadiri oleh sekitar 300-an peserta yang berasal dari mahasiswa kampus se-Kota Padang dan terbuka umum dibuka secara resmi oleh Pembantu Rektor III Dr. Badrul Musthafa Kemal, DEA yang berpesan kepada para mahasiswa untuk terus berprestasi dan menghargai karya-karya yang memajukan derajat bangsa. Beliau juga berbagi pengalaman ketika beliau masih mahasiswa dulu, tidak segan-segan berkorban untuk bisa membeli dan menikmati karya-karya orang Indonesia. Beliau yang juga ternyata berdarah seni karena aktif dalam teater juga memuji film Ketika Cinta Bertasbih adalah salah satu sumbangan karya-karya orang Indonesia.
Pembantu Rektor III mengisyaratkan kedepannya akan ada persaingan prestasi bagi mereka yang benar-benar bekerja keras dan disiplin, dalam berbagai bidang keilmuan, bukan hanya spesialisasi satu keilmuan saja. Oleh karena itu dipandang perlu profil seorang mahasiswa yang multi talenta. Bagi mereka yang tak memiliki daya saing tentu saja siap-siap untuk terdepak dari persaingan ini.
Acara juga diselingi dengan penampilan kelompok nasyid Swarna yang juga tercatat sebagai mahasiswa Unand, yang menyemangati peserta yang hadir untuk senantiasa mengingat-ingat akan kebesaran Allah swt.
Kang Abik (panggilan akrab Habiburrahman El Shirazy) berbagi pengetahuan dan rahasia dibalik penulisan novel dan penggarapan film ketika cinta bertasbih. Didahului oleh perkenalan satu per satu pemain utama film KCB Muhammad Cholidi Asadil Alam (memerankan tokoh Azzam), Andi Arsyil Rahman Putra (Furqon), Meyda Sefira (pemeran Husna) serta Alice Norin (pemeran Eliana). Sementara Oki Setiana Dewi (pemeran Anna) tidak bisa hadir karena ada agenda penting lainnya.
Melalui film ini, kang Abik menyampaikan pesan bahwa untuk menghasilkan prestasi, dibutuhkan keuletan, kesabaran dan menghindari dari proses-proses instant. “Untuk menggarap film ini, saya tidak tawar menawar lagi dengan sinemart untuk setting lokasi asli berdasarkan novelnya. Makanya kami mengambil syuting selama 22 hari di Mesir. Hotel yang kami gunakan sebagai salah satu satu latar dalam film ini adalah hotel yang sama dengan di novelnya. Dari sini saya memang bertekad akan total dalam penggarapan film novel saya’.
Dilihat dari totalnya kami menggarap film KCB yang sesuai dengan novelnya, maka kami akan yakin film ini akan begitu ditunggu dan diminati oleh pecinta karya kang Abik yang sebelumnya sudah sukses menjadikan novel Ayat-ayat Cinta sebagai novel best seller dan kini novel Ketika Cinta Bertasbih-nya menjadi novel Mega Best Seller.
Diskusi juga bertambah hangat ketika ternyata dari pemain utama KCB ada yang berasal dari Sumatera Barat; Meyda Sefira (pemeran Husna) ibunya dari Bukittinggi, juga pemeran pembantu Reni yang dari Pariaman kala itu menyapa peserta dengan bahasa minang.
Muhammad Cholidi Asadil Alam sebagai Azzam ketika ditanya alasan mengapa dia ikut dalam film ini menyatakan bahwa dirinya ingin ikut memberikan pesan-pesan dakwah melalui film ini.’ Awalnya saya takut kalau tidak amanah dengan peran saya.
Disini, sosok azzam adalah sosok yang luar biasa dalam perjuangan hidupnya dan keistiqamahan dalam agamanya. Akan tetapi, Kang Abik sesudah pernyataan terpilihnya saya untuk amanah ini, menasehati dan membimbing saya, bahwa kami akan bersama dalam amanah ini dan saling mengingatkan, barulah saya sedikti lega”. Ia juga memaparkan agar benar-benar menjiwai peran Azzam, maka ia benar-benar belajar membuat bakso serta tempe. Ia pun sedikit memberikan tips agar tempe yang dibuat benar-benar jadi dan enak.
Alice Norin yang sebelumnya sudah tenar dalam dunia sinetron juga ternyata tak langsung diterima begitu saja. Ia pun harus melewati audisi agar benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan.
Salah seorang peserta juga bertanya kepada Kang Abik kenapa ia memilih berdakwah (mengajarkan kebaikan Islam) melalui novel atau karya fiksi yang ternyata masih ada bebrapa perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Kang Abik yang juga adalah sastrwan dan juga ulama (lulusan Al Azhar university, Kairo) menjelaskan bahwa memang benar masih adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang karya fiksi.
Namun kata beliau, fiksi juga bukanlah suatu kebohongan. ‘ Ada banyak syair pada masa yang dibuat oleh para sahabat, yang itu adalah suatu sastra. Penggambaran Rasulullah sebagai matahari, bulan, ‘kan bukan lantas Rasulullah itu bentuk abstrak sebagai matahari atau bulan. Atau dalam pengungkapan kasus pengkritisan terhadap penembakan misterius, tentu kita tidak bisa gunakan langsung nama orang tersebut dalam cerita kita.
Dan, salah satu cerita dalam novel saya, dimana ada seorang ibu yang menjual sawahnya demi anaknya yang belajar di luar negeri, memang benar terjadi. Ada seorang ibu yang juga dari Sumbar ini, datang menemui saya sambil bilang ‘Ustadz, ternyata apa yang digambarkan dalam novel tersebut benar adanya, dan saya mengalaminya sendiri’.
Disini kang Abik menegaskan bahwa islam itu tidaklah sesempit yang selama ini coba dilancarkan oleh orang-orang yang tidak suka dengan kemuliaan Islam, dan Islam bukanlah sekedar halal-haram, tapi ada keindahan dalam pengamalan nilai-nilai Islam.
Acara ditutup karena para bintang KCB harus segera take off dibandara setalah didahului acara pemberian bingkisan dari sinemart kepada RMC FKI Rabbani berupa satu set novel KCB dan T-Shirt keren KCB goes to Campus. Kemudian secara bergantian penyerahan kenang-kenangan dari Wardah cosmetic kepada RMC FKI Rabbani, juga dari RMC FKI Rabbani ke Sinemart, Wardah Cosmetic dan terakhir ke bintang KCB. Sebelum pulang, para bintang KCB dan Kang Abik singgah dahulu di ruang PR III untuk bincang-bincang sekaligus foto-foto dengan panitia.
Reportase oleh Supadilah
Bang Padil anggota RMC pada saat itu ya. Beberapa tahun setelahnya, saya diamanahkan jadi koordinator RMC juga, berarti kita pernah di payung yang sama meski beda generasi
ReplyDeleteWah asyik nih ketemu langsung sama penulis dan para bintang KCB. Pastinya banyak pelajaran dan hikmah yang didapatkan. Memang kisah dalam KCB itu sarat pesan positif ya
ReplyDeleteKCB ini jadi batu loncatan di mana-mana novel bernuansa Islam makin banyak naik ke layar lebar. Sampai sekarang setiap kali orang tanya milestonenya itu apa, ya KCB ini. Keren Kang Abik. Berawal dari tulisan-tulisan pendek cerpen di Republika, akhirnya menjadi novel yang kemudian difilmkan.
ReplyDeleteKang Abik ini termasuk penulis senior favorit saya, tetapi sekarang karya-karyanya kok tidak sering muncul ya? Apa karena beliau sibuk bidang lain?
ReplyDeleteNovel ini salah satu novel favorit akuh. Pas nonton filmnya juga menurutku bagus banget dah. Keren.
ReplyDeleteSetuju dengan Kang Abik. Kita harus menghindar dari hal-hal yang instan. Lebih asyik emang kalau kita lebih gigih berjuang.
Bener kata mb Mutia, KCB jadi tolok ukur film-film bernuansa Islami berikutnya yah. Semoga makin banyak lagi film-film Indonesia seperti ini. Penulis novel Islami juga banyak yah, tinggal dikemas skenarionya yang apik.
ReplyDeleteJadi engga hantu-hantuan dan horor aja...
Ketika cinta bertasbih ini menandakan kalau saya sudah setua ini, hahaha. Tapi beneran film ini bikin baper banget deh. Menurut saya ini film Indonesia yang turut membangkitkan film lainnya
ReplyDeleteKetika Cinta Bertasbih, saya ngikutin ceritanya dari novelnya Kang Abik juga, bagus ya, inspiratif dan mengandung dakwah juga.
ReplyDeleteBuku ketika cinta bertasbih bukunya pernah booming sebagai bacaan pilihan
ReplyDeleteEh jadi kepo, berarti reportase ini diambil waktu Mas Supadilah jadi mahasiswa ya? Kerenlah pada masa itu udah bisa langsung ketemu dengan Kang Abik dan Pemeran2 KCB. Emang pada masanya karya2 Kang Abik seperti KCB ini dan AAC begitu fenomenal ya
ReplyDeleteMas Padil tahukah Anda, kalau Kang Abik itu rumahnya dekat rumahku. Ehehehe. Btw, KCB ini pada jaman itu booming banget dan kalau saat ini bicara KCB, maka ngga bisa kelupaan bahas AAC. Semoga Kang Abik abis ini bikin film yang tak kalah menggugahnya seperti KCB dan AAC ya Mas. Aamiin.
ReplyDeleteWahh mas Padil ternyata nonton film ini juga yaah. hihi.. ini film booming banget waktu ituu, wah asyiknya bisa sampe ke Andalas yakk
ReplyDeleteSaya pernah ikut pertemuan dengan Kang Abik, tapi kayaknya waktu masih novel Ayat-Ayat Cinta. Karya besutan Kang Abik emang romantis dengan nuansa agamis, syarat edukasi sebenarnya.
ReplyDeleteWah sejak dari dulu Kampus Andalas ini ternyata sering ada acara acara keren, ya. Saya jadi sedih, inget kembali dulu pernah milih Andalas di SNMPTN, dan ketolak. Tapi gapapa, hehe.
ReplyDelete