Latihan dan Kebiasaan
*Menulis adalah Kebiasaan*
Saya merasa kemampuan menulis saya berkat latihan. Benar kata orang, kunci menulis itu adalah menulus, menulis, dan menulis.
Sewaktu kuliah, saya aktif berorganisasi, dan ditempatkan dibagian yang sangat berhubungan dengan menulis. Rabbani Multimedia Center yang mengurusi buletin jumat, website, dan majalah. Disana saya terlibat dalam banyak pelatihan menulis. Namun dua tahun kemudian saya baru bisa membuat tulisan berupa cerpen.
Di tahun keempat kuliah, saya menjadi pengurus BEM universitas sebagai menteri informasi dan komunikasi. Namun, justru teman saya di departemen Penelitian dan Pengembangan, yang lebih dulu punya karya yang publikasi di koran.
Dari sana, terlecut semangat untuk bisa seperti teman saya. Lha wong, saya yang departemen infokom, kok kalah sama departemen litbang. Hehe...
Ini mungkin, yang disebut persaingan yang bagus, untuk kebaikan.
Dan kemudian, akhirnya terbit juga tulisan saya, perdana di koran Singgalang dengan judul 'Mengembalikan Pesona Mahasiswa' yang menurut saya, pas banget dengan status saya.
Setelah itu, saya belajar bikin rilis kegiatan. Apalagi, di organisasi mahasiswa itu kan banyak kegiatannya. Sangat penting adanya rilis, supaya bisa disebar berita kegiatan itu. Maka, mulailah satu dua kali saya bikin rilis kegiatan.
Dan, menulis adalah latihan.
Sebagai latihan, saya membuat rilis tentang kegiatan sederhana saya. Sangat sederhana yaitu silaturahim ke kos teman. Saya membuat 5W + 1H sebagai rumus rilis berita, pada silaturahim saya itu.
"Sebagai wujud mempererat silaturahim... Dst..."
Atau, "Wisma Iqra mengadakan lomba masak nasi goreng pada hari Ahad ...."
Berawal dari sederhana itulah, saya latihan beberapa kali, supaya terasah kemampuan menulis saya.
_Apakah saya bisa langsung menghasilkan tulisan baik?_
Tidak. Saya harus beberapa kali bikin berita atau tulisan hingga bisa menghasilkan tulisan yang enak dibaca dan tidak banyak kesalahan menulis.
_"Apa ini, masak tulisan kayak gini dikasih ke saya_" begitu kata seorang branch manager sebuah lembaga kemanusiaan. Saat magang di sana, saya diminta membuat peliputan atas pemberian bantuan kepada seorang warga. Tulisan saya 'nggak banget', banyak kekurangan dan kesalahannya. Acakadut bin amburadul.
Namun itu tidak membuat saya mundur. Saya melawan. Kemudian saya terus belajar. Belajar lagi. Dan selalu belajar.
Dan alhamdulillah, satu per satu tulisan saya selesai, dan membaik kualitasnya. Satu persatu pula tulisan saya terbit di koran, baik itu rilis kegiatan, opini, maupun komentar.
Jadi, belajarlah dari yang sederhana, dan jangan pernah menyerah untuk menulis.
Ikut Pelatihan Menulis
Salah satu jalan yang menuntun saya jadi penulis adalah fengan berinteraksi bersama penulis. Utamanya, ikut pelatihan dengan mereka.
Yah, nun di Sumatera Barat, kampus Universitas Andalas, Padang, sering sekali saya ikut seminar bersama para penulis kenamaan, walaupun beberapa diantaranya bukan sebagai peserta. Saya pernah ikuti seminar penulis top seperti Habiburrahman El Shirazy atau Kang Abik (waktu itu saja jadi panitia yang gotong kabel mic), Izzatul Jannah (Disana saya tahu, bahwa beliau sudah lumayan sepuh), Salim A Fillah, Solikhin Abu Izzudin, Maya G Lestari (penulis novel), A Rizal (redaktur harian Singgalang) dan lainnya.
Saya merasa kemampuan menulis saya berkat latihan. Benar kata orang, kunci menulis itu adalah menulus, menulis, dan menulis.
Sewaktu kuliah, saya aktif berorganisasi, dan ditempatkan dibagian yang sangat berhubungan dengan menulis. Rabbani Multimedia Center yang mengurusi buletin jumat, website, dan majalah. Disana saya terlibat dalam banyak pelatihan menulis. Namun dua tahun kemudian saya baru bisa membuat tulisan berupa cerpen.
Di tahun keempat kuliah, saya menjadi pengurus BEM universitas sebagai menteri informasi dan komunikasi. Namun, justru teman saya di departemen Penelitian dan Pengembangan, yang lebih dulu punya karya yang publikasi di koran.
Dari sana, terlecut semangat untuk bisa seperti teman saya. Lha wong, saya yang departemen infokom, kok kalah sama departemen litbang. Hehe...
Ini mungkin, yang disebut persaingan yang bagus, untuk kebaikan.
Dan kemudian, akhirnya terbit juga tulisan saya, perdana di koran Singgalang dengan judul 'Mengembalikan Pesona Mahasiswa' yang menurut saya, pas banget dengan status saya.
Setelah itu, saya belajar bikin rilis kegiatan. Apalagi, di organisasi mahasiswa itu kan banyak kegiatannya. Sangat penting adanya rilis, supaya bisa disebar berita kegiatan itu. Maka, mulailah satu dua kali saya bikin rilis kegiatan.
Dan, menulis adalah latihan.
Sebagai latihan, saya membuat rilis tentang kegiatan sederhana saya. Sangat sederhana yaitu silaturahim ke kos teman. Saya membuat 5W + 1H sebagai rumus rilis berita, pada silaturahim saya itu.
"Sebagai wujud mempererat silaturahim... Dst..."
Atau, "Wisma Iqra mengadakan lomba masak nasi goreng pada hari Ahad ...."
Berawal dari sederhana itulah, saya latihan beberapa kali, supaya terasah kemampuan menulis saya.
_Apakah saya bisa langsung menghasilkan tulisan baik?_
Tidak. Saya harus beberapa kali bikin berita atau tulisan hingga bisa menghasilkan tulisan yang enak dibaca dan tidak banyak kesalahan menulis.
_"Apa ini, masak tulisan kayak gini dikasih ke saya_" begitu kata seorang branch manager sebuah lembaga kemanusiaan. Saat magang di sana, saya diminta membuat peliputan atas pemberian bantuan kepada seorang warga. Tulisan saya 'nggak banget', banyak kekurangan dan kesalahannya. Acakadut bin amburadul.
Namun itu tidak membuat saya mundur. Saya melawan. Kemudian saya terus belajar. Belajar lagi. Dan selalu belajar.
Dan alhamdulillah, satu per satu tulisan saya selesai, dan membaik kualitasnya. Satu persatu pula tulisan saya terbit di koran, baik itu rilis kegiatan, opini, maupun komentar.
Jadi, belajarlah dari yang sederhana, dan jangan pernah menyerah untuk menulis.
Ikut Pelatihan Menulis
Salah satu jalan yang menuntun saya jadi penulis adalah fengan berinteraksi bersama penulis. Utamanya, ikut pelatihan dengan mereka.
Yah, nun di Sumatera Barat, kampus Universitas Andalas, Padang, sering sekali saya ikut seminar bersama para penulis kenamaan, walaupun beberapa diantaranya bukan sebagai peserta. Saya pernah ikuti seminar penulis top seperti Habiburrahman El Shirazy atau Kang Abik (waktu itu saja jadi panitia yang gotong kabel mic), Izzatul Jannah (Disana saya tahu, bahwa beliau sudah lumayan sepuh), Salim A Fillah, Solikhin Abu Izzudin, Maya G Lestari (penulis novel), A Rizal (redaktur harian Singgalang) dan lainnya.
Post a Comment for "Latihan dan Kebiasaan "
Kata Pengunjung: