Menumbuhkan Budaya Baca di Sekolah Dasar dengan Asyik dan Menantang
Alam raya terbentang luas. Tapi kita bisa menjangkaunya dengan membaca. Ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat. Namun kita bisa mengikutinya dengan membaca. Sejarah yang terjadi di masa lalu dapat kita ketahui dengan membaca. Kita dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan juga dengan membaca. Banyak hal yang bisa kita tahu dari buku. Namun sayangnya sedikit sekali orang yang suka membaca buku. Di sekolah-sekolah sudah digalakkan gerakan literasi, namun hasilnya masih kurang optimal. Kenapa ini bisa terjadi? Bisa jadi karena langkah-langkahnya yang kurang tepat.
Menanamkan kemauan membaca sangat penting dan sangat mungkin dilakukan
sejak usia kecil, termasuk ketika anak berada di sekolah dasar. Menumbuhkan budaya membaca sebagai bagian dari
gerakan literasi di sekolah dasar dapat dilakukan dengan langkah yang menarik.
Pertama, keteladanan. Keteladanan
dari kepala sekolah dan guru adalah pondasi utama gerakan literasi di sekolah.
Sulit berharap siswa memiliki minat baca jika guru mereka tidak suka baca.
Siswa yang lihat kepala sekolahnya sering baca koran, suatu saat ingin baca
koran juga. Siswa yang lihat gurunya sering baca buku, suatu saat ingin baca
buku juga. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kebiasaan siswa tidak jauh dari
kebiasaan gurunya.
Guru adalah cermin bagi siswa. Guru jangan melulu sibuk dengan gadget-nya
sehingga lupa untuk membaca. Hendaknya guru bisa meluangkan waktu untuk
berinteraksi dengan buku atau koran. Selipkan buku bacaan diantara buku ajar
supaya siswa tahu bahwa kita rajin baca. Sering-seringlah guru membaca atau
menampakkan buku di hadapan anak-anak. Datang pagi, sambil nunggu anak-anak
baca buku. Walaupun sebentar. Setelah salat dhuha, baca buku. Bel masuk
berbunyi, datang duluan ke kelas, sempatkan bolak-balik buku. Ada waktu luang,
baca buku.
Sekolah perlu langganan koran untuk memfasilitasi bahan bacaan. Koran menyajikan
banyak menu bacaan. Ada pendidikan, politik, olahraga, anak-anak, wisata, dan
lainnya. Di koran kita bisa memilih apa yang kita suka.
Sekolah hendaknya mempunyai alokasi dana khusus untuk membeli buku.
Memperbarui koleksi buku di perpustakaan. Buku baru terus terbit, Apa pun jenis
bacaannya, yang penting baca dulu. Menyesuaikan bacaan dengan usia mereka.
Untuk pembiasaan awal sebaiknya buku bacaan yang ringan. Komik pun boleh-boleh saja. Koleksi
perpustakaan berisi buku kuno menjadikan perpustakaan angker, siswa pun enggan
ke perpustakaan karena bukunya itu-itu saja.
Kedua, melalui perlombaan yang
menarik. Dewasa ini anak-anak banyak disuguhi permainan (game) yang menarik.
Entah itu lewat gadget atau televisi. Nah, sekolah harusnya punya program
literasi yang keren supaya anak-anak tertarik. Contohnya mengadakan lomba book selfie atau membaca sambil selfi. Hampir setiap orang suka selfie, tidak terkecuali anak-anak.
Pemenangnya adalah foto dengan pose yang kreatif, lucu, dan unik. Bisa mengajak
orang tua supaya mendapat dukungan dan perhatian dari mereka.
Kalau mau
lebih menantang, bisa adakan lomba extreme
selfie. Pose foto lebih ekstrim namun tetap menjaga faktor keselamatan dan
keamanan. Seperti baca buku di atas pohon, di atas atap, panjat tebing, atau
sambil ayunan.
Bisa juga
dengan melibatkan pemanfaatan sosial media supaya gaungnya lebih terasa,
kampanyenya untuk menjangkau lebih luas. Posting foto di sosial media supaya
orang lain menjadi tahu dan mendukung.
Ketiga, apresiasi. Sekolah
hendaknya memberikan apresiasi kepada siswa yang sudah selesai membaca buku.
Bisa dengan meminta siswa menceritakan kembali isi buku, tentunya sesuai dengan
bahasa siswa sendiri. Kemudian, beri hadiah. Tidak harus mahal. Usahakan yang
mendukung kegemaran membaca pula. Misalnya hadiah buku bacaan, buku tulis, atau
pena. Perhatian adalah hal yang sangat berharga untuk keberlanjutan sebuah
kebiasaan.
Bentuk
apresiasi lain adalah dengan memberikan
sertifikat penghargaan kepada siswa yang sudah menamatkan buku. Supaya menjadi
kenang-kenangan dan motivasi agar lebih banyak lagi menamatkan buku. Pujian dan
penghargaan akan memberikan semangat. Bikin sertifikat murah kok. Harga kertas cuma Rp. 1000. Biar
lebih hemat, print di sekolah saja.
Keempat, mendesain ruang kelas atau
bangunan sekolah bertema literasi.
Dinding kelas, tembok sekolah atau papan pengumuman bisa dilukis dengan
gambar buku atau kalimat motivasi membaca seperti Ayo Membaca, Buku Buku Buka
Dunia, Membaca adalah Kebiasaan Orang Sukses, dan lainnya. Atau bisa juga
dengan display huruf-huruf di
tempat-tempat yang mudah terlihat yang dihias sedemikan rupa sehingga tampak
indah dan menarik. Ruangan kelas dibuat
berwarna, hidup, dan kreatif. Usahakan jangan kosong melompong. Kemana pun
siswa melihat, kampanye membacalah yang tampak. Dengan demikian siswa dapat
selalu termotivasi untuk dekat dengan kegiatan membaca. Menyulap perpustakaan
menjadi ruangan yang elok dipandang. Ruangannya bersih, harum, dan menyejukkan.
Bisa juga dengan menyetel musik instrumental yang bisa membuat membaca lebih
santai.
Menurut Fauzil Adhim dalam buku Membuat Anak Gila Membaca, dikatakan
bahwa memiliki kemauan membaca lebih penting daripada kemampuan membaca. Hal
yang terpenting adalah mereka memiliki minat membaca. Pada tahap awal, tidak
perlu menuntut anak bisa membaca dengan bagus. Tujuan kita memberikan
pengalaman membaca adalah untuk merangsang minat baca anak-anak. Membaca tak
perlu ancaman, biarkan membaca menjadi sebuah kesadaran yang timbul dari dalam
diri. Anak-anak kelas 1 SD di Jepang masih banyak yang belum pandai membaca.
Namun, mereka justru menjadi haus membaca setelah memasuki usia 10 tahun. Salah
satu penyebabnya adalah suksesnya membangun minat terhadap membaca. Minat baca
itulah yang menggerakkan seseorang untuk senantiasa membaca.
Siswa sekolah dasar bisa dikelompokkan dalam tingkatan mengenal huruf,
belajar membaca, membaca lancar, dan memahami bacaan. Sekolah hendaknya bisa
memfasilitasi siswa pada kelompok-kelompok ini. Menghadirkan bacaan sesuai
tingkatan kemampuan siswa. Memberikan menu bacaan sesuai dengan keinginan
mereka.
Menumbuhkan budaya membaca di sekolah tidak gampang. Tidak mungkin sekali
jadi. Butuh usaha berkali-kali. Sabar adalah kuncinya. Semuanya butuh proses
yang tidak sekali jadi. Tapi juga tidak sulit, bisa dilakukan dengan cara yang
menyenangkan. Hendaknya menumbuhkan budaya baca menjadi program sekolah yang
jelas alokasi dana dan waktunya. Gerakan membaca ini bukan sebuah selingan namun
harus menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Pembiasaannya dilakukan secara
intensif supaya terasa keberlangsungannya. Jadi bukan hanya 15 menit dalam satu
pekan. Itu tidak dapat apa-apan. Minimal tiga kali dalam satu pekan, baru
terasa efeknya.
Supaya membaca terasa asyik lakukan di tempat yang nyaman dan
menyenangkan. Tidak melulu di ruang kelas atau perpustakaan untuk menghindari
kejenuhan. Misalnya di bawah pohon rindang, dekat kolam sekolah, taman kelas,
atau di atas lapangan rumput hijau. Ajak anak-anak ke alam terbuka. Sajikan
banyak buku. Biarkan anak-anak memilih buku yang mereka suka. Bahkan bila harus
saling berebut buku. Jika kondisinya masih bisa terkendali, dibiarkan saja
dulu. Tidak perlu posisi terlalu rapi, supaya menjauhkan dari kesan kaku. Guru
mendampingi dan mengawasi. Tapi jangan lupa, sambil membaca juga.
Post a Comment for "Menumbuhkan Budaya Baca di Sekolah Dasar dengan Asyik dan Menantang"
Kata Pengunjung: