Ayah-ayah Cinta (Anak dan Keluarganya)
Lingkungan kita berada sangat penting pada pembentukan dan peningkatan diri kita. Berada di lingkungan yang baik, berpeluang besar untuk membuat diri kita juga menjadi pribadi yang baik.
Salah satu yang saya syukuri berada di lingkungan kerja (sekolah) adalah orang-orang yang peduli dengan keluarga. Sesuai gambar yang saya bikin (modifikasi dari novel AAC2 ) saya akan sedikit menceritakan tentang dua sahabat saya. Apa yang tidak saya tulis jauuuuh lebih banyak bentuk kasih sayang pada anak beliau-beliau ini.
Saya kira, orang yang paling bisa mengajak bermain, merayu, komunikasi, mengambil hati dan menyenangkan anak adalah pak Lilo. Nama anaknya adalah Fatih, usia 4,5 tahun. Pak Lilo ini sayang banget sama anaknya. Ke sekolah memang tidak sering bawa anaknya, tapi begitu ke sekolah terlihat betapa kasihnya. Bahasa sopan, lembut, komunikatif, dan suka bermain dengan anaknya. Pun edukatif dengan membawa dan menyediakan permainan. Termasuk ke anak-anak yang ke sekolah. Tidak lupa menjalin komunikasi dengan anak.
Misalnya mengucap salam, menyapa, ngasih mainan (saya menjilat nggak ya... 🙂), dan main bersama. Kalau si anak terlihat pengen dengan mainan atau benda yang ada di sekitar meja Pak Lilo, tidak begitu saja diberikan. Tapi menunggu anak untuk berani minta sendiri. Menumbuhkan keberanian dan percaya diri.
Guru Bahasa itu juga punya agenda rutin naik kereta api sejurus dengan hobby Fatih. Dulu, pernah cuma ke stasiun untuk lihat kereta gandeng itu. Begitu kereta gandeng lewat, mereka pulang. Cukup begitu. Tapi sekarang sudah punya jadwal naik kereta. Sekeluarga dengan istrinya. Fyi, klop banget sama isterinya yang sangat peduli dengan pendidikan anak.
Isterinya, Bu Asti, ikut dalam program Institut Ibu Profesional (IIP) yang digagas Septi Wulandari. Dari sana tentu pengetahuan, teori, dan bekal parentingnya tisak diragukan lagi. Sehingga praktiknya tidak diragukan lagi.
Klop-lah, mereka berdua. Ibarat kumbang ketemu madu, kereta ketemu rel, raket ketemu shutlecock. Kompak dan saling bekerja sama. Beberapa dokumentasi melihatkan mereka jalan-jalan ke perpustakaan, naik KRL, ke pantai, atau ke Rumah Dunia (udah apa belum ya? Katanya ngajakin saya).
Ah, saya banyak belajar dari keluarga ini. Terutama dari Pak Lilo. Bukan hanya mitra kerja tapi juga mitra keluarga.
Sekarang saya mengulas Pak Kusnadi. Beliau ini musyrif di Al qudwah boarding school sekaligus guru tahfidz dan pembina OSIS di SMA Al qudwah.
Seorang guru yang sangat sibuk. Tapi bagi penyuka pedas ini, selalu ada waktu buat bersama Neng Luthfa. Sering pula terlihat menyuapi dengan sabar buah cintanya.
Jalan-jalan menjadi momen untuk mendekatkan dengan putri semata wayang (untuk saat ini, kabarnya Lutfaau dapat adik lagi) ke tempat-tempat wisata, kuliner, nonton, dan banyak lagi tempat-tempat saksi cintanya pada Neng. Sering pula Pak Kus mboncengin Neng kemana-mana. Jalan-jalan mengintari kota suma-suka. Inilah yang membuat Neng Lutfa semakin dekat dan lekat dengan ayahnya. Ah, semoga saya bisa seperti beliau. Aamiin.
Salah satu yang saya syukuri berada di lingkungan kerja (sekolah) adalah orang-orang yang peduli dengan keluarga. Sesuai gambar yang saya bikin (modifikasi dari novel AAC2 ) saya akan sedikit menceritakan tentang dua sahabat saya. Apa yang tidak saya tulis jauuuuh lebih banyak bentuk kasih sayang pada anak beliau-beliau ini.
Saya kira, orang yang paling bisa mengajak bermain, merayu, komunikasi, mengambil hati dan menyenangkan anak adalah pak Lilo. Nama anaknya adalah Fatih, usia 4,5 tahun. Pak Lilo ini sayang banget sama anaknya. Ke sekolah memang tidak sering bawa anaknya, tapi begitu ke sekolah terlihat betapa kasihnya. Bahasa sopan, lembut, komunikatif, dan suka bermain dengan anaknya. Pun edukatif dengan membawa dan menyediakan permainan. Termasuk ke anak-anak yang ke sekolah. Tidak lupa menjalin komunikasi dengan anak.
Misalnya mengucap salam, menyapa, ngasih mainan (saya menjilat nggak ya... 🙂), dan main bersama. Kalau si anak terlihat pengen dengan mainan atau benda yang ada di sekitar meja Pak Lilo, tidak begitu saja diberikan. Tapi menunggu anak untuk berani minta sendiri. Menumbuhkan keberanian dan percaya diri.
Guru Bahasa itu juga punya agenda rutin naik kereta api sejurus dengan hobby Fatih. Dulu, pernah cuma ke stasiun untuk lihat kereta gandeng itu. Begitu kereta gandeng lewat, mereka pulang. Cukup begitu. Tapi sekarang sudah punya jadwal naik kereta. Sekeluarga dengan istrinya. Fyi, klop banget sama isterinya yang sangat peduli dengan pendidikan anak.
Isterinya, Bu Asti, ikut dalam program Institut Ibu Profesional (IIP) yang digagas Septi Wulandari. Dari sana tentu pengetahuan, teori, dan bekal parentingnya tisak diragukan lagi. Sehingga praktiknya tidak diragukan lagi.
Klop-lah, mereka berdua. Ibarat kumbang ketemu madu, kereta ketemu rel, raket ketemu shutlecock. Kompak dan saling bekerja sama. Beberapa dokumentasi melihatkan mereka jalan-jalan ke perpustakaan, naik KRL, ke pantai, atau ke Rumah Dunia (udah apa belum ya? Katanya ngajakin saya).
Ah, saya banyak belajar dari keluarga ini. Terutama dari Pak Lilo. Bukan hanya mitra kerja tapi juga mitra keluarga.
Sekarang saya mengulas Pak Kusnadi. Beliau ini musyrif di Al qudwah boarding school sekaligus guru tahfidz dan pembina OSIS di SMA Al qudwah.
Seorang guru yang sangat sibuk. Tapi bagi penyuka pedas ini, selalu ada waktu buat bersama Neng Luthfa. Sering pula terlihat menyuapi dengan sabar buah cintanya.
Jalan-jalan menjadi momen untuk mendekatkan dengan putri semata wayang (untuk saat ini, kabarnya Lutfaau dapat adik lagi) ke tempat-tempat wisata, kuliner, nonton, dan banyak lagi tempat-tempat saksi cintanya pada Neng. Sering pula Pak Kus mboncengin Neng kemana-mana. Jalan-jalan mengintari kota suma-suka. Inilah yang membuat Neng Lutfa semakin dekat dan lekat dengan ayahnya. Ah, semoga saya bisa seperti beliau. Aamiin.
Post a Comment for "Ayah-ayah Cinta (Anak dan Keluarganya) "
Kata Pengunjung: