Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerinduan Tentang Wajah-Nya


Dalam hidup banyak pilihan. Memilih kebaikan atau keburukan adalah pilihan kita. Setelah itu Allah yang akan menunjukkan jalannya. Orang-orang selamanya akan berkomentar atas pilihan kita. Namun kita harus tegar terhadap reaksi itu. Bagi orang-orang yang berpenyakit dalam hati, kebaikan atau keburukan tetap akan digunjing. Bahkan gunjingan itu tidak peduli pada orang yang lemah dan miskin.
Adalah Mak Siti, sosok sederhana penjual nasi megono di stasiun yang memiliki niat menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Status janda beranak satu dan penghasilan yang pas-pasan membuat niatnya itu seperti bermimpi di siang bolong. Tak pelak Mak Siti jadi ‘bulan-bulanan’ bahan gunjingan warga. Cibiran dari segala arah. Fitnah pun selalu menghampiri. Uang dari berhutang, menjual rumah di kampung, atau dari hasil yang curang. Begitu orang dengki mendukung-duga.
Namun Mak Siti tetap bergeming. Niatnya kuat dan kokoh. Segala macam daya dilakukan. Tergerak untuk mulai belajar mengaji dan mendekatkan diri kepada Illahi. Berbekal tekad menabung selama sepuluh tahun dari hasil jualannya, Mak Siti berhasil mengumpulkan dana yang cukup untuk mendaftar haji. Membungkam cibiran dan hinaan warga. Kemudian ujian dan kemalangan bertubi-tubi menimpanya dan keluarganya. Pernikahan Intan sang putri semata wayang yang harus mengalami peristiswa halal namun paling dibenci Allah. Mak Siti tertipu agen travel dan umroh yang melarikan biaya hajinya. Lalu, apa yang bisa dilakukan Mak Siti?
Sungguh, jiwa yang merindu cinta dan kedekatan dengan Wajah-Nya akan terus berusaha mencapai tujuannya. Cinta Rizal kepada Intan yang tak kesampai telah menyampaikannya kepada cinta-Nya. Pelan namun jelas, sosok pemuda pengangguran yang sering mabuk-mabukan itu kemudian berubah. Bahwa Allah akan memampukan hamba-Nya yang beritikad baik meskipun dalam diam. Ãœntuk menjadi orang yang lebih baik, tak perlulah melontarkan kata-kata dan bersumpah janji di bibir. Tak perlu. Kebaikan, terlebih kebaikan jiwa, hanya dilihat dari perbuatannya, dari amalnya (Halaman 84).
Tidak ada keburukan di dalam kebaikan, sebab keburukan adalah satu perkara sedang kebaikan adalah perkara yang berlawanan dengannya. (Halaman 114). Gunjing menjadi fitnah. Menghantam siapa saja dengan cara apa saja. Hanya kebaikan itulah yang bisa mengalahkan. Perubahan kebaikan itulah kemudian yang membungkan suara-suara sumbang. Sirna dan musnah semua fitnah yang dilancarkan hati yang penuh iri dan dengki. Hati yang berdamai dengan masa lalu itulah yang bisa menjalani hari dengan lebih ringan dan mudah.
Percakapan ringan dan tema keseharian dalam buku ini tidak menghilangkan keseruan buku. Ada beberapa peristiwa kekinian yang tidak luput diantaranya kasus dibakarnya Joya yang dikira maling ampli, aksi bela agama, dan penipuan oleh agen travel dan umroh yang turut membuat sajian buku aktual. Tema yang disajikan pun merupakan kejadian yang biasa terjadi di sekitar kita. Ini yang membuat novel ini asyik untuk dibaca. Menyadarkan kepada kita bahwa kebaikan bisa muncul dari siapa saja sebab tidak pandang masa lalu seseorang. Itulah hidayah. 
Judul Novel                 : Titip Rindu Ke Tanah Suci
Penulis                         : Aguk Irawan MN
Penerbit                       : Republika Penerbit
Cetakan                       : I, Desember 2017
Tebal Halaman            : 366 halaman
ISBN                           : 978-602-082-287-7
Harga                          : Rp. 78.000
Peresensi                     : Supadilah
 

Post a Comment for "Kerinduan Tentang Wajah-Nya"