Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ada Anak Rewel di Perjalanan, Jangan Dulu Jengkel


Pernahkah  suatu ketika di perjalanan melihat orang tua dengan anaknya yang sedang rewel? Rewel aja, Nangis aja. Dibujuk dengan berbagai cara nggak mempan. Dibujuk, nggak reda. Dirayu, nggak mau dengar.  Dikasih permen nggak mau. Dijanjikan beli mainan, tak juga reda.

Pusing tujuh keliling si orang tua menenangkan. Oh yang berada didekat terganggu. Sampai ada yang memandang sinis. Hingga keluar ucapan yang nylekit.

"Kok anaknya ribut sih, mbok ya ditenangkan gitu..."

Pada hari ini, saya mengalaminya, sebagai orang yang menyaksikan.

Ada sebuah keluarga yang sedang rewel anaknya. Tidak semua anak suka naik kereta api. Entah kenapa, hampir sampai di stasiun terakhir, si anak tiba-tiba rewel. Nangis pengen minta pulang. Pengen segera turun dari kereta. Saat kereta berhenti di stasiun menurunkan penumpang lainnya, tangis si anak reda. Mungkin dikira dia akan turun juga.

Tapi tangisnya pecah lagi saat kereta melaju, benar-benar berbeda dengan anak lain kebanyakan; kalau kereta berhenti nangis, kalau kereta melaju diam.

Sudah berbagai cara orang tuanya membujuk si anak. Bahkan penumpang lain ikut simpati, ikut meredam tangisan anak. Dari duduk, digendong, duduk lagi. Pindah ke pangkuan sang ayah, belum juga diam. Diajak berdiri, tangis makin pecah. Pulang, tetap jadi keinginan histerisnya.

Ada ibu-ibu ngasih jajan, ada seorang nenek yang ngasih uang,  bahkan ada seorang pemuda yang membujuk dengan kata-kata. 

Pada intinya, hampir semua seisi gerbong turut simpati, nyaris tak ada yang keberatan dengan rewelnya si anak. Saat itu saya terharu, betapa kita bisa juga bersimpati atas kesusahan orang lain.

Dan bagaimana sikap saya saat itu? Alhamdulillah, pengalaman adalah guru terbaik. Saya tidak merasa terganggu sedikit  pun. Pasalnya, saya atau keluarga saya pernah pada posisi itu.

Isteri saya mengalaminya. Sewaktu perkuliahan libur tapi sekolah saya tidak libur, isteri memutuskan liburan ke kampung dengan anak dibawa serta. Saat itu, entah kenapa di pesawat Jundi kecil rewel. Dalam bahasa parenting, mungkin itu yang namanya trantum. Rewel, tak mau diam, mengeluh dan nangis aja.

Isteri kewalahan. Banyak usaha dilakukan hasilnya nihil. Sampai-sampai seorang ibu-ibu di kursi sebelah menunjukkan raut tidak senang. Bahkan terlontar ucapan yang tidak mengenakkan hati. Dari sana isteri saya kapok jika mudik atau pergi perjalanan jauh tanpa saya. Khawatir peristiwa itu terulang lagi.

Dari situlah saya belajar. Belajar untuk bersimpati atas kesusahan yang dialami orang. Termasuk ketika melihat orang tua yang anaknya sedang rewel. Tidak usah buru-buru jengkel atau gondok dan mengeluarkan ekspresi marah atau kesal.

Percayalah, mungkin suatu saat, kita akan berganti posisi, kita yang berada pada situasi yang saat ini mereka alami. Dan saat itu, pastilah kita mengharapkan permakluman dari orang-orang.
Karena, setiap anak pasti ana masa rewel atau trantumnya.

Daripada menggerutu, bukankah lebih baik membantu? Daripada cerewet, lebih baik ikut menenangkan tangis anak yang awet? Daripada muncul amarah, lebih baik timbulkan kesan ramah?

Lebih-lebih jika kita adalah orang tua yang punya anak. Tidak ada kebaikan yang sia-sia. Jika saat ini kita meringankan kesusahan orang, bukan tidak mungkin di saat yang sama, kesusahan keluarga kita sedang diringankan orang lain pula. 

Post a Comment for "Ada Anak Rewel di Perjalanan, Jangan Dulu Jengkel"