Sukses Hadapi Pemilu Dengan Perilaku Bermutu
Di penghujung Januari lalu, masyarakat digegerkan
adanya kabar tujuh kontariner yang berisi surat suara tercoblos dan adanya 31
juta data siluman. Jumlah itu sangat besar sekali jumlahnya. Kabar yang dengan
cepat menyebar sosial media itu membuat ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief
Budiman turun langsung ke lokasi. Pada akhirnya, kabar tersebut tidak benar
alias hoax.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) melaporkan sebanyak 62 konten hoax terkait Pemilu 2019. Hoax paling banyak teridentifikasi pada rentang Agustus-Desember 2018. Jumlah ini diyakini akan masih bertambah seiring dekatnya waktu pelaksanaan pemilu. Bahkan, sesudah pemilu dilaksanakan.
Hoax berarti berita bohong, juga
berarti berita yang belum tentu kebenarannya. Hoax menyasar ke mana
saja. Pemilu pun tak luput dari hoax. Berita-berita itu cukup meresahkan
masyarakat. Kemajuan teknologi
menghadirkan informasi yang tersedia dengan cepat namun kadang tanpa
terbendung. Padahal berita tersebut belum tentu benar.
Kadang orang ingin dianggap ‘yang tercepat’
mengetahui informasi sehingga buru-buru menyebarkan berita tersebut tanpa
mengecek kebenarannya. Sehingga tanpa sadar menjadi penyebar berita hoax.
Menyebarkan kebohongan itu berbahaya bagi kerukunan dan kedamaian masyarakat.
Kebohongan yang disampaikan terus menerus akan dianggap sebuah kebenaran
Alih-alih ingin kelihatan keren dengan cepat
menyebarkan sebuah berita, kita malah bisa di-bully lantaran berita yang
kita sebarkan ternyata hoax. Jejak digital sulit dihapus. Meskipun kita
sudah meminta maaf, kesalahan kita tetap tersimpan di dunia maya, bisa menjadi
bumerang.
Setidaknya ada tiga
langkah dalam mengidentifikasi sebuah berita hoax atau bukan. Pertama,
bagian berita. Berita hoax umumnya mengandung kalimat persuasif dan memaksa
seperti “Sebarkan”, “Viralkan” atau “Jangan berhenti di tangan Anda”. Kedua, verifikasi sumber. Pastikan berita
itu memuat sumber dengan kredibilitas yang terpercaya. Curigai berita yang
mencantumkan sumber yang tidak jelas, dan sumber dengan alamat berita yang
gratisan atau tidak berbayar. Kenali pula website ‘abal-abal’. Sumber berita
yang mencantumkan website ‘abal-abal’wajib kita . Ketiga, cek
gambar atau video di internet. Perambah Google biasanya sudah memuat berita,
gambar, atau video tentang sebuah kejadian. Di sana kita bisa tahu apakah
berita itu valid atau tidak.
Hoax atau Bukan?
Satu hal lagi berita yang cukup membuat kisruh
publik. Katanya, orang gila boleh nyoblos. Di pemilu 2019 ini memang ada
pendataan. Kebanyakan, orang langsung mengarah pada kesimpulan bahwa orang gila
boleh mencoblos. Bahkan kemudian mengarah pada kekhawatiran, 'bagaimana nanti..’
padahal itu belum terbukti. Bahkan ada yang mengatakan ini adalah pekerjaan
rezim (pemerintah) yang tidak fair.
Bahkan tema ini dibahas pula di sebuah stasiun
tv. Berdebat-debat pula. Tapi, bagaimana yang sesungguhnya? Jangan-jangan sudah
kebablasan khawatiran kita.
Tentu saja pihak dan sumber yang tepat kita jadikan rujukan untuk masalah pemilu ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menegaskan bahwa kebijakan ini sudah ada aturannya di dalam PKPU No 11 tahun 2018 tentang penyusunan daftar pemilih
di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu. Bahwa, pemilih yang dapat
menggunakan hak pilihnya adalah orang yang sedang tidak terganggu jiwa atau
ingatannya. Namun jika orang yang terganggu jiwa atau ingatannya bisa juga
memilih, asal ada keterangan dokter yang menyatakan orang tersebut masih memungkinkan
untuk menggunakan ingatannya untuk memilih. Negara kita adalah negara hukum.
Semua hal diatur oleh undang-undang. Undang-undang itulah yang kita patuhi dan
taati.
Media sosial menghadirkan
berita peristiwa dengan aktual, namun kevalidannya belum teruji dan terbukti.
Konten negatif berseliweran. Diperlukan sikap kritis sebelum mengunyah dan
menelan mentah-mentah berita itu. Istilahnya, saring sebelum sharing.
Sehingga dalam hal ini, membaca dengan teliti sangatlah penting.
Saluran Penyebaran Hoax
Cerdas Bermedia Sosial
Marilah kita jaga diri kita, keluarga kita, dan
masyarakat kita dari jeratan berita hoax. Tidak keren sama sekali dengan
menyebar berita hoax. Tumbuhlah menjadi generasi yang keren dengan kritis
terhadap berita. Tahan, tahan, dan tahan tangan supaya tidak segera menyebar
berita. Sebarkan berita yang berfaedah saja.
Pemilu 2019 bisa dikata titik tolak kita untuk
mewujudkan negara yang rukun dan bersatu. Jika kita hadapi dan lewati dengan baik,
kita bisa yakin bahwa bangsa ini bisa bersatu. Namun jika kita terpecah di pemilu
2019 mendatang, sangat berat untuk mewujudkan hidup rukun bersama. Suksesnya pemilu
tergantung pada sikap kita. Mampukah kita menunjukkan perilaku bermutu. Salah satu
tandanya adalah kemampuan kita memilih dan memilah berita. Apakah berita itu hoax
atau tidak? Apakah berita itu bermanfaat atau tidak? Jangan mudah percaya pada berita yang akan mengadu domba, memecah belah anak bangsa, dan mengancam keutuhan negara. Akan lebih baik jika
energi kita digunakan untuk memikirkan hal-hal positif, sekaligus memberikan
kontribusi yang bisa kita lakukan untuk negara.
Post a Comment for "Sukses Hadapi Pemilu Dengan Perilaku Bermutu"
Kata Pengunjung: