Catatan Perjalanan Wisata Literasi Islamic Book Fair 2019
Ini merupakan kunjungan ke Islamic Book Fair (IBF) yang keempat kalinya. Setelah di tahun 2016 pelaksanaan IBF di Senayan Jakarta, mulai tahun 2017 pindah lokasi ke Jakarta Convention Center.
Saya masih sempat menghadiri IBF tahun 2017 dengan keluarga dengan formasi saya, isteri, dan si sulung Jundi. Namun di IBF 2018 dan 2019 ini saya hanya bersama si sulung saja.
Akses menuju ke IBF cukup mudah. Dengan commuter line, ditempuh kurang lebih dua jam perjalanan, dilanjutkan dengan trans Jakarta, membuat perjalanan itu sangat nyaman.
Biayanya masuk IBF Rp. 10.000 untuk dewasa dan pelajar hanya Rp. 5000 sangat-sangat terjangkau.
Biayanya masuk IBF Rp. 10.000 untuk dewasa dan pelajar hanya Rp. 5000 sangat-sangat terjangkau.
Saya membagi 3 kegiatan selama di IBF yaitu kegiatan makan, main anak, dan berburu buku.
Waktu Makan
Ada 2 pilihan tempat makan. Di luar ada kantin JCC ( pintu selatan) atau tempat bude (orang-orang nyebutnya begitu) di pintu masuk utara. Di kantin JCC pakai sistem deposit. Di dalam pun tersedia di arena food court. Tapi harap maklum antre saat makan siang dengan pengunjung yang berjubelan. Sehingga saran saya lebih baik makan di luar saja.
Waktu Main Anak
Saya mengharuskan menyiapkan waktu khusus memenuhi keinginan anak dulu. Di IBF tersedia arena main anak juga. Kegiatan IBF juga merupakan momen anak-anak untuk bermain. Kegiatan ini harus diprioritaskan. Supaya saat belanja buku anak tidak lagi rewel.
Di IBF kemarin saya memberikan kesempatan Jundi untuk main. Banyak permainan, tapi ada dua yang saya izinkan yaitu main robot dan truk pasir. Dengan harga tiket Rp. 20.000 per permainan cukuplah untuk membuat anak senang. (Ada permainan lain seperti pojok sains, panahan, mandi bola, menganyam, dan lainnya).
Sebelumnya Jundi sudah mendapatkan balon, bisa menambah permainan yang dia dapatkan.
Dan jangan lupa, beberapa stand menyediakan buku-buku anak yang bisa jadi sarana main anak juga. Misalnya permainan lima pilar yang dapat kita coba main, gratis, walaupun pada akhirnya tidak jadi beli.
Atau sebuah permainan mengaktifkan kemampuan motorik anak (saya lupa namanya) yang dua IBF sebelumnya selalu Jundi coba. Tahun ini saja tidak ketemu. Cukuplah membuatnya senang. Meskipun, saya harus bertebal muka karena tidak jadi beli. Terpenting kita memberikan respon yang baik, semoga tidak marah pemilik stand itu, hehe...
Waktu Berburu Buku
Bisa dibilang inilah kegiatan utama kunjungan ke IBF. Tentu saja bukan hanya kita yang berburu buku tapi juga anak kita (jika bawa anak). Bersiaplah bingung dengan banyaknya buku yang ada di tiap stand. Bagus-bagus dan menggoda setiap mata memandang. Tentu saja setiap stand, penerbit menghadirkan buku yang punya kekuatan sendiri.
Supaya tidak bingung yang pada akhirnya tidak optimal berburu buku, lebih baik memang kita sudah me-list buku yang hendak kita beli.
Saya pun demikian. Dari rumah sudah me-list beberapa buku yang sesuai dengan profesi, hobi dan peran saya juga isteri. Beberapa buku terbitan penerbit tertentu sudah dibidik. Beberapa hari sebelum ke IBF saya sudah mengunjungi situs penerbitnya. Dapatlah beberapa judul buku yang kiranya cocok dengan kriteria di atas. Sehingga saat di IBF, saya tinggal beli buku tersebut.
Meskipun beberapa buku pada akhirnya tidak terbeli, eh malah beli buku yang lain, tapi masih tema sama.
Sebetulnya tanpa membeli pun, bagi saya sudah terpuaskan mata memandang buku yang dijejer rapi, yang terpasang di display, atau yang teronggok tak beraturan, umumnya buku lawas dengan harga sudah murah. Saya pun beli buku dengan kriteria terakhir ini. Ada novel yang dijual dengan harga Rp. 9.000 tapi kualitas bagus. Penerbit ternama, salah satu jaminannya. Hehe....
Namanya wisata literasi, kunjungan berikut perjalanannya haruslah menyenangkan. Seusainya haruslah membuat kondisi hati kita senang dan bahagia. Usahakan punya cukup bekal terutama dana untuk kesana karena memang kebutuhan tidak terduga bisa jadi muncul beruntun. Tapi juga tidak terlalu banyak jika kita sudah mengaturnya.
Saya sendiri menghabiskan sekitar Rp. 350.000 karena hanya satu buku yang harganya cukup mahal. Ono Rupo ono rego, begitu kata pepatah Jawa.
Berbeda dengan dana ke IBF dua tahun lalu yang mencapai sepuluh kali biaya IBF tahun ini karena memang ada paket buku yang cukup lengkap kami beli. Toh, buku itu dipakai lama. Bisa dipakai Jundi si sulung, diwarisi Firaz si bungsu.
Urusan leher kepala memang mahal biayanya.
Urusan leher kepala memang mahal biayanya.
Kunjungan IBF merupakan sarana mengenalkan Literasi kepada keluarga. Konsep IBF yang menarik saya yakin membuat keluarga tertarik untuk mengenal lebih dekat tentang literasi. Meskipun di rumah masih ada beberapa buku yang belum dibaca, atau sepertinya belum butuh buku baru, tetap ada bagusnya pergi ke IBF. Kata sahabat saya dulu,
"Beli buku dulu, meski bacanya ntar"
Buku itu seperti jodoh. Kadang saat kita tidak mencari, dialah yang menemukan kita. Buku itu berjodoh dengan kita.
Post a Comment for "Catatan Perjalanan Wisata Literasi Islamic Book Fair 2019"
Kata Pengunjung: