Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cinta, Karena Rasa atau Logika?



Halo, para pembaca yang budiman, kali ini postingan blog saya tentang resensi buku. Yah, di sela-sela mengajar dan melakukan aktivitas lain, saya merutinkan membaca. Rata-rata sepekan baca satu buku. Selain dibaca, saya juga membuat resensinya. Dari resensi yang ditulis, saya kirimkan ke surat kabar. Nah, untuk novel ini, saya kirimkan ke harian Singgalang. Alhamdulillah, diberi kesempatan dimuat pada Minggu, 8 Maret 2020.

Ok, langsung saja ya masuk pada tulisan resensi saya. Selamat membaca. :)
***



"Sekarang katakan padaku, Mas, kalau kamu memang makhluk rasional itu, rasio yang bagaimana yang bisa menjelaskan mengapa lelaki itu memilih gadis yang baru dikenalnya sekaligus mengabaikan gadis yang bertahun-tahun mencintainya?" (hlm 126).
 
Membicarakan cinta selalu tak habis kata. Sesungguhnya karena apa cinta hadir? Cinta karena rasa atau logika? Jika karena logika, harusnya Hamzah mencintai Wulan. Temannya yang telah lama bersama. Selama kebersamaan itu muncul benih-benih cinta pada Wulan. Namun tidak demikian dengan Hamzah. Justru cinta lelaki kepala tiga ini muncul saat pertama kali bertemu Latifah di suatu malam. Saat Latifah dijambret, Hamzah dan Wulan menolongnya.

Dapatkah cinta dipaksa? Bisakah cinta muncul karena terbiasa? Bertahun-tahun Hamzah berteman dengan Wulan. Sepuluh tahun Rustam bertetangga dengan Latifah. Sering menolong gadis yatim pintu itu. Memang benar sejak lama Rustam memendam cinta pada Latifah.  Namun, saat Rustam mengutarakan, Latifah menolaknya. Lantaran tak ada cinta di hatinya.

Sejak pertemuan pertama, Hamzah dilanda perasaan tak keruan. Dia pun mengutarakan perasaannya lewat surat. Namun Latifah menampiknya. Sebagaimana pesan orangtuanya bahwa keluarga harus dibangun dengan pondasi cinta. Tak berani dia membentuk rumah tangga tanpa cinta.

Derita Latifah akibat perasaan itu. Semakin menjadi deritanya saat dia dipecat dari pekerjaannya. Saat Hamzah berhasil memaksa Latifah untuk menemui keluarganya. Namun, di sana caci yang dia dapatkan.

Novel ini berkisah kehidupan gadis yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dengan tragis. Maka tanggungjawab menghidupi adik dan neneknya dipikulnya sehingga tak sempat dia mengenal cinta. Ada takut jika dia menikah siapa pula yang menghidupi mereka. Namun di sisi lain tak bisa dia menafikan satu kebahagiaannya yang butuh sandaran hidup. Sayangnya lelaki yang dia cintai adalah lelaki kaya. Dia tak mau dipandang orang bahwa dia dikasihani.

Pada memahami cinta ada paradoks. Ilmu dan kekayaan kadang tak mampu membuat paham. Si kaya dan pintar masih memahami cinta sebagai nafsu dan harkat. Sementara yang miskin papa bisa menerima dengan lapang dada.
Bagaimana cara Rustam telah memenangkan cintanya?

Konflik cinta dan  hubungan anak, orangtua serta menantu merupakan potret kehidupan yang sering terjadi. Menjadi hidup dengan kisah yang sangat nyata. Bahkan mungkin terjadi pada kita.

Konflik ini bukan saja menjadi pengetahuan bagi kita pembaca tapi juga menjadi ilmu bagaimana jika konflik itu kita alami. Meskipun, kadang kemampuan untuk praktiknya tidak selaras dengan pemahaman ilmu yang dimiliki.

Apakah Latifah sanggup melanjutkan cintanya hingga ke pernikahan? Lalu, cinta seperti apa yang dijalani Sofi, adiknya? Akankah seindah cintanya Latifah? Tentu beda zaman akan beda pula kondisinya. Belum lagi, rasa cemburu yang harus dia kelola agar tak jatuh pada jalan yang lebih rumit.

Shofi yang semakin cantik akhirnya jatuh cinta pada Angga, teman kuliahnya. Namun karena kebejadan Angga, Shofi menghapus nama Angga dari hatinya. Bahkan akibat sebuah insiden itu, hampir terjadi kekerasan melibatkan Angga dan teman-temannya lawan pemuda Kranji.

Surat Cinta Dari Bidadari Surga menegaskan bahwa sekalipun zaman semakin maju, da kebaikan-kebaikan yang tak lekang dimakan waktu. Surat-surat dari Hamzah kepada Latifah dan sebaliknya, surat Latifah kepada Shofi, adalah sebentuk wujud cinta itu.


Judul                : Surat Cinta Dari Bidadari Surga
Penulis             :Aguk Irawan
Penerbit          : Penerbit Republika
Cetakan           : 1, Februari 2020
Halaman         : vi+312 halaman                                           
ISBN                 : 978-623-7458-38-8
Peresensi         : Supadilah
 


Post a Comment for "Cinta, Karena Rasa atau Logika?"