Menguatkan Komitmen Berhijrah
Makna hijrah meluas, berpindahnya seseorang dari kebiasaan buruk menjadi lebih baik lagi. Meninggalkan syahwat, akhlak buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan yang diperintahkan Allah SWT.
Akh. Muwafik Saleh, penulis kelahiran Sumenep, Madura begitu piawai merangkai makna kesungguhan beragama. Istilah hijrah mengandung empat pertanda. Hijrah merupakan pertanda keberanian seseorang untuk meneguhkan nilai-nilai kebaikan yang tertanam atas dirinya. Hijrah adalah langkah berani untuk keluar dari keburukan menuju kebaikan dari gelap menuju cahaya. (hal 5).
Komitmen dengan niat hijrah memang berat. Akan mendapatkan reaksi asing dari orang-orang di sekelilingnya, tapi juga ujian yang selalu akan datang padanya. Kita dapati banyak kisah seseorang yang dipersulit fasilitas kehidupannya saat berhijrah. Dikucilkan dari lingkungan, teman kantor, bahkan keluarga. Karena itu, saat mendapati seseorang yang telah berkomitmen untuk berhijrah sedapat mungkin hendaknya kita memberikan perhatian dan bantuan.
Pada mulanya, setiap orang bersih dari dosa. Namun, seiring dengan berjalannya kehidupannya, dia melakukan berbagai banyak kesalahan dan dosa yang semakin lama semakin bertumpuk. Maka, proses hijrah sepertinya kembali pada fitrah, kembali pada kebaikan dirinya.
Buku ini memberikan panduan kepada setiap Muslim yang hendak lebih baik dalam urusan agamanya. Terdiri dari 89 judul yang awalnya merupakan sebuah quote yang lantas dikembangkan menjadi buku yang utuh. Bukan hanya mengulas tentang tema hijrah, tapi banyak tema yang diangkat.
Dalam melakukan amal ibadah, tidak harus banyak, namun yang terpenting harus benar dan baik serta istikamah. Keistikamahan akan mengantarkan amal perbuatan pada keberkahan meskipun kecil, sepele, dan sedikit. (hlm 134).
Istikamah itu memang sulit. Dibutuhkan komitmen dan konsisten melakukannya. Suatu hari, seorang sahabat bertanya pada Rasulullah. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim).
Islam memandang penting makanan. Bahkan karena pentingnya, dalam Al Qur'an ada surat Al Ma'idah yang berarti hidangan/makanan. Islam memerintahkan agar Muslim memakan makanan yang halal dan thoyyib (baik). Baik dalam hal unsur makanan dan cara mendapatkannya. Makanan erat kaitannya dengan keimanan dan ketakwaan seseorang. Sebagai ukuran seseorang mematuhi atau melanggar perintah-Nya.
Makanan akan memberikan pengaruh pada penerimaan kebenaran.Orang yang mengonsumsi makanan haram akan sulit menerima kebenaran dan nilai-nilai kebaikan
. (hlm 23).
Sebab kebenaran laksana cahaya yang menyinari dan akan memantul kembali secara sempurna jika tempat dan alat pantulnya bersih. Tubuh diibaratkan alat pantul. Maka, agar kebenaran terpantul sempurna, dibutuhkan alat pantul ‘tubuh’ yang sempurna pula. Sementara, makanan yang haram menutupi jalan terang yang diterima.
Buku ini juga memberikan pengertian tentang harta yang kita miliki sesungguhnya bukanlah yang berada di tangan kita atau di simpan dengan berbagai jenis seperti di tabungan atau investasi lainnya. Harta yang sesungguhnya adalah apa yang kita belanjakan dan infaq dijalan Allah. Inilah perniagaan yang tidak pernah ada ruginya sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Fathir ayat 29.
Memberi adalah menerima. Semakin kita banyak memberi semakin banyak kita mendapat atau memperoleh. (hlm 70).
Harta yang kita makan akan berakhir menjadi kotoran. Sedangkan harta yang kita pegang atau disimpan belum tentu kita memiliki selamanya. Bisa jadinya berpindah tangan atau harta itu tidak akan kita bawa sampai mati. Saat kita mati hanya kain kafan putih yang membungkus jasad.
Harta yang kita infakkan di jalan Allah untuk membantu orang lain, membangun masjid/pesantren, mendukung dakwah dan lainnya itulah harta yang bertahan untuk selamanya yang akan kita bawa hingga akhirat kelak. Mendampingi dalam kesendirian di alam kubur. Namun, mengapa kita seakan berat menginfakkan dan membelanjakan dijalan Allah? Karena inilah sifat manusia yang kikir dan rakus.
Memberi dan berinfak dijalan Allah tidak harus menunggu memiliki harta banyak dan melimpah. Dengan kita memberi berarti kita sedang mengundang datangnya rezeki yang jauh lebih banyak lagi. (hlm 71).
Penjelasannya singkat dan ringkas. Temanya luas sehingga kita dapatkan porsi tema yang sangat banyak. Menyoroti berbagai hal dalam kehidupan kita. Tentunya, menguatkan pemahaman beragama kita pula.
Post a Comment for "Menguatkan Komitmen Berhijrah"
Kata Pengunjung: