Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Naik KRL Ke Jakarta Saat Pagebluk


Jakarta Akan Memberlakukan PSBB lagi. Meskipun, kebijakan ini bakal diadang oleh pemerintah pusat yang mempertimbangkan dampak ekonomi jika diberlakukan PSBB ini.

Pertimbangan kesehatan tentu saja menjadi prioritas pemerintah daerah setempat dalam pemberlakuan PSBB. Ya, lonjakan kasus positif Covid-19 beberapa hari ini selalu di atas 2000-an kasus. Meskipun, Jakarta juga tidak sendiri pada kasus lonjakan sejumlah itu. Semarang pun mengalami hal yang sama.


Maka, per 14 September besok, beberapa layanan umum akan ditutup. Ada beberapa yang tetap akan dibuka tapi tentu saja pelayanan vital saja. 


Kampus tentu ditutup. Makanya pada hari ini kampus tempat saya kuliah sudah woro-woro akan ditutup. Jumat dan Sabtu adalah hari terakhir operasional kampus. Kampus akan buka lagi entah kapan. Waktu yang belum bisa ditentukan, katanya.


Jadilah hari ini saya ke Jakarta. berkunjung ke daerah yang masuk zona merah ini tentu saja membawa kekhawatiran. Namun mengingat kampus yang entah kapan lagi dibuka mau tidak mau saya harus ke Jakarta. 


Untuk itu, saya harus persiapan perlengkapan protokol kesehatan dengan maksimal. 


Berikut ini yang saya bawa:

Kemeja lengan panjang

Hand sanitizer

Masker (4 pcs)

Topi

Headset

Sepatu


Di stasiun awal masih lengang penumpang. Anjuran membatasi aktivitas di luar rumah agaknya ada dampaknya. Stasiun lumayan sepi. Satu gerbong jarang yang kelihatan berdiri. 


Kebijakan penggunaan CL pada masa pandemi ini membatasi tempat duduk panjang hanya 4 orang yang biasanya 8 orangg. Lalu dua orang di kursi darurat yang biasanya empat orang.


Sementara, yang berdiri pun dibatasi. Ada tanda merah sebagai tempat berdiri. Letaknya di depan tempat kosong diantara bangku-bangku .


Pengaturan Jarak di bangku dan tempat berdiri

Jadi gerbong tidak sesak dengan penumpang. Cukup kondusif pemberlakuan jaga jarak.


Mendekat ke stasiun tanah Abang baru penumpang mulai ramai. Satu dua orang berdiri. Lalu semakin banyak. Ada juga yang bawa barang bawaan yang kelihatannya jualan. 


Kebutuhan mencari nafkah barangkali yang membuat mereka tak ada pilihan lain. Mereka tetap keluar dan tetap berdagang. 


Oh iya. Ada kebijakan tidak boleh bawa anak di bawah 5  tahun  di kereta. Mungkin pertimbangannya anak usia tersebut rentan ya. Makanya nggak ada anak-anak tuh di kereta.


Perubahan selama pagebluk ini berdampak pada aktivitas manusia. Kebanyakan semakin membuat susah. Tapi bagi saya, malah membuat nyaman di KRL. Ya itu tadi, kereta tidak padat. Tidak pula berdesakan. 


Hanya saja beratnya itu sewaktu antre masuk ke stasiun. Di stasiun Rangkasbitung misalnya pernah antrean itu sampai lebih dari 1 kilometer. Mengular sampai ke jalan raya bahkan lebih. 


Saya sendiri pernah mengantre sampai setengah jam. Mana bawa tas yang berat. Sampai berkeringat, kaos dalam pun sedikit basah. Sampai 3 kali antreannya. Di depan stasiun, setelah tap kartu, dan menjelang masuk gerbong. 


Saat ini kita menghadapi musuh yang tak terlihat. Jadi susah juga melawannya. Kita hanya bisa mencegah tak bisa mengobati. Berbagai kondisi itu hanya bisa kita terima sebagai ikhtiar mengurangi penyebaran Covid-19. Sambil terus berharap semoga Covid-19 lekas hilang dari Indonesia dan dunia. Agar kita bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Aamiin.

Post a Comment for "Pengalaman Naik KRL Ke Jakarta Saat Pagebluk"