Agar Tak Jadi Orang tua Emosian
Abah Ihsan pernah ditanya oleh orang tua "Abah bagaimana caranya mengendalikan emosi kepada anak? Kadang saya masih emosian dan tak sabar pada anak. Saya khawatir menjadi orang tua yang sabar dan tak gampang emosian pada anak."
Nah pertanyaannya apakah kita pernah bermasalah dengan emosi benarkah emosi yang bermasalah?
Apakah Kita Orang Tua Emosian?
Mungkin benar bagi sebagian orang tua ada yang bermasalah dengan emosinya yang harus diterapi dan dibetulkan. Sudah dalam kondisi sudah gawat. Tetapi ada baiknya kita berpikir kembali tentang masalah emosi.
Abah Ihsan mengatakan siapapun, entah itu pakar pendidikan, psikolog, prenting trainer, ulama, pemuka agama sekalipun, wajar sekali jika merasa sedih, kecewa dan jengkel jika anaknya melakukan perbuatan negatif.
Bohong besar kalau orang tua tidak memiliki emosi apapun ketika anaknya berbuat tidak baik. Bukankah rasa kecewa dan jengkel juga bagian dari emosi?
Abah Ihsan bilang, emosi adalah salah satu bagian dari diri kita sebagai manusia.
Emosi ada 2 jenis yaitu emosi positif dan negatif. Sebagaimana wajar merasakan emosi gembira yaitu senang, bahagia, cinta dan sebagainya maka wajar pula kita memiliki emosi kebalikannya yaitu cemburu, sedih, kecewa, marah, dan sejenisnya. Manusia yang tak memiliki emosi justru bukan manusia.
Abah Ihsan bilang kalau orang tua sama sekali tak mau milih emosi sarannya adalah berganti status menjadi MALAIKAT.
Meski demikian Abah Ihsan mengatakan orang tua juga bukan iblis loh. Maksudnya, mungkin ya jangan terus-terusan marah atau berbuat salah ya. orang tua hanyalah manusia biasa yang sangat wajar memiliki emosi.
Lalu kita belajar bagaimana emosi disalurkan dengan cara yang tidak merugikan siapapun, tidak menyakiti anak-anak kita.
Parents, ayo kita bedakan antara emosian dengan emosi.
Dikatakan emosian jika terlalu gampang atau terlalu sering emosi. Jadi sesekali emosi tidak salah. Emosian itu biasanya jika terlalu gampang atau terlalu sering emosi.
Ya kadang orang tua emosi terhadap anaknya yang bertengkar atau berkelahi dengan saudara/temannya, kecanduan nonton TV/game/internet, lelet di pagi hari, susah bangun pagi, atau telat ke sekolah. Lalu konsumtif yaitu banyak jajan dan mau beli mainan. Rewel atau terlalu cengeng dan berkata kotor. Suka teriak, memukul, malas, mengerjakan rutinitas harian seperti mandi, sikat, gigi, belajar atau membereskan mainan.
Parents, kata Abah Ihsan, orang tua sering kali menganggap anak sebagai manusia dewasa mini. Yang kemudian mengandalkan pemberitahuan. Dan menganggap ketidaktahuan adalah sebuah perbuatan yang dianggap buruk.
Orang tua mengandalkan omongan kepada anak, dan berharap anak segera mengerti, karena menganggap orang dewasa dalam bentuk mini.
Lalu jika sudah terlalu banyak ngomong, anak tidak juga berubah, orang tua jadi marah.
Sehingga alurnya adalah bicara baik-baik, jika tidak berhasil "bentak" anak baik-baik, jika tidak berhasil 'cubit' anak baik-baik. Lalu anak nangis. Terus orang tua tersadar, dan istighfar. Siklus begini akan terus berulang.
Agar Tak Jadi Orang tua Emosian
Abah Ihsan menekankan pentingnya keterampilan orangtua untuk mengendalikan anak-anak. Mencari cara yang tepat untuk mengendalikan anak. Salah satunya adalah lembut kepada anak.
Lembut pada anak itu wajib, tapi bukan lembek. Bersikap lemah lembut pada anak merupakan kebaikan.
Namun jika lembut pada anak diterjemahkan sebagai lembek, ini akan berdampak negatif untuk anak. Karena itu orangtua wajib bersikap tegas pada anak. Pada kondisi tertentu orang tua punya otoritas untuk mengendalikan anak.
Kesimpulan
Jadi parents, orang tua emosi adalah wajar. Yang tidak wajar adalah emosian. Anak bukan orang dewasa dalam bentuk mini. Kalau orang dewasa, boleh kita berharap sekali ngomong akan paham. Lha kalau anak-anak? Ya nggak bisa sekali ngomong.
Post a Comment for "Agar Tak Jadi Orang tua Emosian"
Kata Pengunjung: