Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahagia Itu Tidak Sederhana

 

Oleh : Lailatus Saidah

Ukuran tentang kebahagiaan orang itu berbeda-beda satu sama lain. Tidak ada ukuran yang pas untuk mendefinisikan sebuah kebahagiaan. Saat ada orang yang membuat status di media sosial dengan postingan foto sedang berkebun lengkap dengan caption “bahagia itu sederhana”. Lalu ada lagi postingan foto sedang menaiki motor baru, posting foto dengan secangkir kopi, atau posting foto kebersamaan dengan pasangan, dan semua postingan lengkap dengan kalimat “bahagia itu sederhana”. Maka semua kebahagiaan itu adalah menurut versi dia si penulis kalimat itu saja, belum tentu bagi orang lain.

Bahagia saat sedang berkebun. Bahagia saat menaiki motor baru. Bahagia saat sedang minum secangkir kopi, atau bahagia saat foto bersama dengan pasangan. Mungkin itu benar bagi dia. Tapi beda lagi ceritanya bagi yang tidak  punya kebun atau motor baru. Yang suka minum kopi mungkin bahagia. Tapi bagi yang tidak suka ngopi,kopi bukan ukuran kebahagiaannya. Bahagia bersama pasangan mungkin iya bagi yang sudah punya pasangan, tapi bagi yang belum punya pasangan, itu bukanlah ukuran kebahagiaannya.

Dan pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah seseorang akan tetap bahagia, jika tidak minum kopi?. Kalau tidak bersama pasangan, apakah akan terus bahagia?. Kalau tidak punya lahan untuk berkebun atau motor baru, apakah selalu akan bahagia?

Jawabannya adalah, jika ingin tetap bahagia selalu dan selamanya. Maka berhentilah untuk meletakkan sumber kebahagiaan itu pada seseorang, suatu benda, suatu tempat atau apapun itu. Letakkan kebahagiaan itu pada diri kita sendiri. Niscaya kebahagiaan itu akan selalu datang menghampiri dalam situasi dan kondisi apapun.

Bila kebahagiaan itu sudah ada di dalam hati kita, meski berada di dalam penjara sekalipun, maka penjara hanya akan memenjarakan raga tapi bukan hati kita. Meski tidak punya uang, jika bahagia itu sudah ada dalam hati, maka in sya’a Allah akan selalu bahagia walaupun kondisi sangat terpuruk. Dengan tetap selalu bahagia, in sya’a Allah akan bisa melewati keterpurukan itu.

Jadi bahagia itu sebenarnya tidak sederhana, karena bahagia itu butuh diperjuangkan. Jangan pernah berpikir berbahagia itu sederhana apabila sedang mengalami problema. Jangan berpikir berbahagia itu gampang apabila hati sedang malang. Jangan berpikir berbahagia itu mudah apabila sedang tertimpa musibah. Meski demikian tetap harus diingat, bahwa bahagia itu adalah hak kita. Dan kita layak untuk bahagia, apapun kondisinya.

Inilah alasan kenapa kebahagiaan itu bukan sesuatu yang sederhana, tapi bahagia itu diperjuangkan. Apapun yang membuat kita bahagia, maka harus diperjuangkan. Dan apapun yang membuat kita sedih, maka tinggalkan. Jadi kita adalah penentu kebahagiaan, juga penentu kesedihan. Tidak ada yang bisa memutuskan untuk memilih, antara bahagia atau bersedih, kecuali diri sendiri.

Perjuangkan kebahagiaan itu, tapi jangan sampai mengambil kebahagiaan orang lain apalagi sampai menyakiti hati mereka. Perjuangkan kebahagiaan itu, selama perjuangan itu bukan perjuangan yang salah. Berjuanglah untuk menghilangkan penyakit bahagia melihat orang susah, dan susah melihat orang lain bahagia. Jangan renggut kebahagiaan orang lain, karena hukum karma akan selalu ada. Dan jangan pernah juga meremehkan doa orang-orang yang tersakiti.

Dan pada akhirnya, sumber kebahagiaan itu adalah rasa syukur yang mendalam atas apa yang telah dianugerahkan. Tetaplah berjuang melatih dan mendidik diri ini untuk selalu bersyukur dan bahagia. Setelah hati bahagia, jangan lupa berjuang untuk membahagiakan orang-orang yang ada di sekitar kita. Karena kebahagiaan yang sebenar-benarnya adalah kita bisa bahagia dengan memperjuangkan mereka. Letakkanlah bahagia itu di dalam hati. Dan ciptakan surga di dalam sanubari. Wallohu a’lamu bisshowaab.
Semoga bermanfaat.. ...Aaamiiin. Dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.

Mojokerto, 27 Februari 2021 (15 Rojab 1442 H)

Post a Comment for "Bahagia Itu Tidak Sederhana"