Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar Diplomasi Demi Sebuah Hobi (Jurnal Ayah Hari Ke-10)

 Setiap malam, Mas Jundi pengen main. Kalau tidak dicegah, mungkin dia selalu main saja. Pulang kalau sudah capek atau makan. Mungkin sedang senang-senangnya bermain. Di usianya memang wajar sih.

Biar tidak main terus, kami membuat kesepakatan jadwal main. Gampangnya sekali main, sekali libur. Malam ini boleh main, besoknya tidak.

Namun entah kenapa malam itu yang seharusnya libur, eh dia minta main.

"Boleh main, nggak Abi?"
"Jadwalnya kan di rumah, Mas?"
"Tapi mas Jundi pengen main, please... Abi"
"Memangnya kenapa mau main?"
"Temennya banyak yang maen. Besok aja nggak maennya,"

Saat itu saya sedang salat magrib. Sedang doa. Mas Jundi selesai salat tadi sudah keluar. Sempat maen sebentar. Lalu masuk lagi. Niat bangetlah. Hehe...

Lalu, apakah saya izinkan? Sempat galau. Mikir beberapa saat lamanya. Hehe..

Berhubung malam itu kondisi hati saya sedang senang, saya kasih sajalah izin untuk bermain. Hehe..

"Ya Ok. Gak papa deh malam ini maen. Besok bener lho nggak maen. Tapi jangan jauh-jauh maennya. Hati-hati ya maennya."

"Ok, makasih Abi."

Ternyata diplomasi ini nggak cuma malam ini. Pekan selanjutnya, begitu juga. Eh kadang saya yang diplomasi ke mas Jundi.



Pas kebetulan jadwal maen itu malam Jumat, saya sebetulnya tidak mengizinkan dia maen. Sepatutnya dipakai untuk ngaji atau minimal di rumah saja. Dan karena besoknya Sabtu, alangkah baiknya Sabtu saja maennya. Saya kira lebih bagus begitu. Eh ternyata dia nggak mau. Karena jatahnya malam itu maen, ya dia maunya maen. Akhirnya saya yang mengalah. Akhirnya sesuai jadwal. Duh, saya tak pandai diplomasi ya. Hehe...


2 comments for "Belajar Diplomasi Demi Sebuah Hobi (Jurnal Ayah Hari Ke-10)"

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete