Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengikis Kesenjangan Pendidikan Menyalakan Harapan

 

Jordy sedang berdongeng tentang seorang anak yang terkena Malaria (dok. papuafutureproject)

Pulau Mansinam memiliki kekayaan alam dan bahari yang tidak kalah menakjubkan dengan Raja Ampat. Masyarakatnya hampir sepenuhnya mengandalkan kekayaan alam untuk keberlangsungan hidup. Tanah dan laut sudah dianggap seperti ayah-ibu dalam adat mereka. Akan tetapi keindahan dan kekayaan alam yang dimiliki Pulau Mansinam tidak diimbangi dengan indahnya pendidikan di sana.

Masih banyak anak yang tidak bersekolah dan tidak belajar. Amat banyak anak-anak yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Kehidupan di sana sangat jauh dari kemajuan teknologi.  Pulau Mansinam adalah pulau kecil di ujung Timur Indonesia. Berjarak sekitar 6 kilometer dari kota Manokwari, ibu kota Propinsi Papua Barat. Perjalanan jika ditempuh dengan perahu membutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 menit. 

Meskipun dekat dari perkotaan dan pusat pemerintahan, pendidikan di Pulau Mansinam sangat memprihatinkan. Hanya ada satu sekolah dasar (SD). Sekolah itu pun tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Ada juga sekolah PAUD juga terbengkalai karena sulitnya akses menuju lokasi.

Setiap hari anak-anak di Pulau Mansinam hanya belajar sekitar dua jam saja. Anak-anak tidak belajar kalau terkendala cuaca yang membuat guru-guru tidak datang. Selain itu, kualitas pengajarnya masih rendah. Rata-rata guru di sana belum bisa mengikuti perkembangan pendidikan. Misalnya tidak bisa menerapkan kurikulum terbaru seperti yang ditetapkan oleh Pusat.

Kondisi pendidikan saat pandemik Covid-19 merebak hebat semakin memprihatinkan. Anak-anak dibiarkan tidak belajar tanpa ada rangkulan untuk bersekolah. Kebijakan belajar online yang diarahkan pemerintah bukan solusi untuk mereka yang masih rendah literasi apalagi memahami teknologi.

Kondisi ini menggerakkan Bhrisco Jordy Dudi Padatu untuk bergerak. Kesenjangan pendidikan di Pulau Mansinam ini harus dikikis dan diurai. Sungguh sebuah tantangan. Di saat anak lain sudah merdeka belajar dan berkompetisi, anak-anak di Papua masih jauh dari jangkauan literasi.   

"Bagaimana sih Indonesia mau maju, kalau dari pendidikannya saja belum inklusif, belum setara. Ketika di luar sana sudah berbondong-bondong bersaing di dunia Internasional, sedangkan teman-teman di Pulau Mansinam, di daerah-daerah kampung, masih stuck di permasalahan buta huruf," tuturnya.

Mayoritas guru  di sana tinggal di Manokwari. Rata-rata setiap hari sekolah mulai pukul 09.00 dan selesai pukul 12.00. Tentu waktu yang teramat singkat untuk durasi belajar. Kalau kondisi ini dibiarkan terus menerus maka bisa berdampak pada menurunnya tingkat pendidikan anak-anak di sana. Lalu, bagaimana pula dengan masa depan mereka?

Pada tahun 2020 Jordy mendirikan Papua Future Project yang secara konsisten memberikan pendampingan pendidikan untuk anak-anak di Pulau Mansinam. Melalui program bertajuk ‘Penyuluh Pelita dari Pulau Mansinam’ Papua Future Project menyalakan masa depan anak-anak Pulau Mansinam dengan mengajari membaca, menulis, berhitung, mengenali teknologi digital, sampai mengenali perubahan iklim yang terjadi.


Keseruan kelas besar saat belajar membuat gelang ramah lingkungan (dok. papuafutureproject)
 


"Papua Future Project adalah sebuah komunitas pemuda yang berbasis project, yang mengangkat isu literasi masyarakat adat di wilayah administratif Papua Barat," Jordy saat menerima SATU Indonesia Awards Ke-13 yang digelar di Menara Astra Jakarta, Jumat (28/10/2022).

 

Mengajar Tanpa Dibayar

Dari kegiatan mengajarnya itu, Jordy bersama teman-teman relawannya mengajar tanpa dibayar. Kegiatan itu dilakukannya secara sukarela. Jordy menemukan potret kesenjangan signifikan pendidikan antara anak-anak yang tinggal di kota dan anak-anak di masyarakat adat seperti di Pulau Mansinam. Padahal, menurutnya anak-anak di Pulau Mansinam memiliki kesempatan yang sama mendapatkan akses pendidikan dan teknologi. 

 

Pembelajaran kelas menengah hari ini belajar tentang Bahasa Inggris dasar (dok. papuafutureproject)

 

Untuk mempermudah mengukur tercapainya program belajar, Papua Future Project membagi siswa ke dalam beberapa kelas sesuai kemampuan belajarnya. 

1. Kelas kecil: untuk anak-anak yang belum bisa membaca, menulis, dan berhitung. Anak setingkat SMP yang belum bisa membaca dan menulis juga akan masuk ke dalam kelas kecil.

2. Kelas menengah: untuk anak-anak yang sudah bisa membaca dan menulis. Pembelajaran seperti pengenalan lingkungan dan eksplorasi lainnya akan diberikan pada kelas menengah 

3. Kelas besar: pembelajaran yang difokuskan untuk persiapan masuk ke sekolah lanjutan (SMA). Dalam kelas ini, anak-anak diajarkan menggunakan teknologi tingkat dasar, seperti bagaimana cara mengetik menggunakan komputer dan lain sebagainya.

Dalam proses pembelajarannya mereka memiliki metodenya sendiri yang disebut dengan adaptive learning. Metode ini dilakukan dengan penyusunan RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) secara mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa di sana. Mereka menerapkan metode 'belajar sambil bermain' yang mengasyikkan, seperti ular tangga edukasi, tanya jawab, atau permainan kartu.

Jordy bahkan ingin membelikan sebuah perahu agar anak-anak bisa menyebrang pulau dan belajar di sekolah. Pendidikan amatlah penting bagi kehidupan. Tingkat pendidikan sebanding dengan tingkat ekonomi juga. Pendidikan yang maju dapat meningkatkan ekonomi masyarakat pula. Jika pendidikan anak-anak maju maka masa depan mereka akan meningkat pula. melalui pendidikan Jordy optimis memajukan peradaban di Tanah Papua di masa yang akan datang.

"Saya ingin membuktikan bahwa meskipun hidup di perbatasan, jangan pernah putus asa bermimpi. Dan jalan menuju masa depan yang lebih baik ada di pendidikan. Oleh karena itu, ayo anak muda bersama-sama wujudkan pendidikan Indonesia yang lebih inklusif," pungkas Jordy.

Jordy bersama teman-temannya juga mengadakan trauma center untuk mendampingi kebutuhan psikologis anak-anak. Ia berharap ada lebih anak muda turut bergerak memajukan pendidikan di Indonesia. Hingga saat ini Jordy bersama teman-temannya telah mengajar lebih dari 500 anak-anak di enam pulau lainnya. Saat ini Jordy merancang semakin banyak tempat bimbingan belajar dan pojok membaca di Pulau Mansinam hingga di seluruh wilayah Papua Barat.

Jordy percaya bahwa usahanya tidak mudah. Selama 22 tahun lebih hidup di Papua dia yakin meningkatkan pendidikan di sana bukan hal yang mudah. Mulai terbatasnya akses pendidikan, profesionalitas guru atau akses pendidikan yang kurang baik.

Masyarakat Pulau Mansinam tidak bisa hanya berharap pada pemerintah atau pejabat-pejabat untuk membuat perubahan itu. Dia yakin dengan partisipasi masyarakat terutama pemuda-pemuda dapat mengurai kesenjangan Pulau Mansinam lewat pendidikan. Hal ini sejalan dengan Tri Pusat Pendidikan yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara bahwa keberhasilan pendidikan ditunjang oleh tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat.

Program ini sangat mendukung adat dan budaya di Pulau Mansiam pula. Dengan pendidikan nantinya anak-anak bisa membaca dan menulis yang dapat menjaga budaya agar tidak terkikis oleh zaman. Mereka juga bisa mengabarkan adat dan budaya itu kepada masyarakat lebih luas dan dunia.


 
Bimbingan belajar kelas menengah hari ini membahas tentang peranan akar bahar sebagai tempat tinggal biota laut yang ada di pulau Mansinam (dok. papuafutureproject)

 

 

Sumber tulisan:

https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6375448/kisah-inspiratif-jordy-ingin-beli-perahu-agar-anak-papua-bisa-sekolah.

https://www.idntimes.com/life/inspiration/dwi-wahyu-intani/papua-future-project-membangun-negeri-c1c2

6 comments for "Mengikis Kesenjangan Pendidikan Menyalakan Harapan "

  1. Semoga lewat tangan -tangan para pemuda ini, persamaan pendidikan di seluruh Nusantara bisa terwujud. Salut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Sepakat Bu. Karena relawan ini yang juga mendukung pemerataan pendidikan di Indonesia. Semoga bisa bersinar masa depan mereka..

      Delete
  2. Kisah ini sangat.menarik dan membuka cakrawala kita sebagai guru yang ada di zona nyaman untuk merefleksi sejenak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menjadi energi untuk guru-guru Indonesia yang mungkin masih lebih baik menghadapi kondisi muridnya ya Bu. Ayo jangan kalah...

      Delete
  3. Sangat berjasa relawan guru..
    Semoga segera mendapat perhatian dari pemerintah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Mudah-mudahan senantiasa diberikan kesehatan. Aamiin

      Delete