Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Proses Kreatif Menulis Kegiatan Outbond Sekolah

 

Siswa kelas X serius membuat tulisan (dokumentasi pribadi)


Awal Oktober ini sekolah kami mengadakan outbond di Bandung. Pelaksanaannya pada 10 Oktober 2024 dengan melibatkan 90 siswa dan 30 guru. Siswa kelas X, XI, dan XII jadi peserta. Guru jadi panitia di kegiatan yang berlangsung satu hari ini. Agar kegiatannya masih diingat, sepulang dari Bandung saya mengajak siswa menuliskannya di blog. Kalau semua menulis, bakal terkumpul banyak tulisan. Saya mengumpulkan siswa di musala agar lebih santai menuliskannya baik sambil duduk, tiduran atau bercanda. 

"Pada pertemuan kali ini kita akan menuliskan kegiatan outbound di Bandung kemarin. Kalian tuliskan selengkap-lengkapnya. Boleh mulai dari persiapan atau langsung kegiatan di sana saja. Jangan lupa hikmah atau makna yang kalian dapat dari kegiatan itu. Tuliskan di blog masing-masing. Panjang tulisan minimal 10 paragraf. Isinya jangan deskripsi semua, tapi ada percakapannya juga. Biar nggak bosen baca deskripsi semua. Betul?"

"Betul," jawab mereka kompak. 

Saya lihat reaksi mereka ada yang senyum-senyum, kelihatan bingung, atau datar-datar saja. Pada pelajaran sebelumnya mereka mengerjakan tugas dengan merangkum dari internet sehingga bisa copy paste saja. Tapi tugas kali ini merupakan hasil pikiran mereka sendiri. 

Yang jelas mereka kelihatan bahagia karena tidak belajar di kelas. Biasanya mereka harus berputar dengan materi, kali ini tidak. Kegiatan ini sebagai refreshing untuk mereka. Bisa dibilang bebas. Mereka juga boleh menggunakan smartphone masing-masing. Mungkin ada siswa yang sambil scrolling media sosial sembari mengerjakan tugas. Tapi tidak apa-apa yang penting tugas diselesaikan tepat pada waktunya. 


Sekarang mereka tenggelam dalam mengeksplorasi kata-kata yang cocok untuk merangkai kalimat. Saya tidak memberikan pembekalan penulisan karangan. Saya pikir sudah cukup dengan memanfaatkan pengalaman belajar bahasa Indonesia di kelas mereka merancang dan membuat tulisan yang enak dibaca. 

Tulisan itu mereka posting di blog. Di pertemuan sebelumnya mereka sudah mendapat materi pembuatan blog. Mereka juga sudah praktik membuat blog. Jadi, semua siswa sudah punya blog. Memang masih domain gratis. Tapi itu sudah cukup sebagai sarana latihan menulis. Kalau sudah konsisten menulis, baru pakai domain berbayar. Saya sendiri sudah punya domain berbayar yang mulai dikelola sejak 2020 lalu. Ini jadi pemacu untuk mengajak siswa rutin menulis sekaligus mengelola blog.

Billy asyik berdebat dengan Rafka. Membicarakan urutan outbound kemarin. Billy yakin flying fox duluan daripada yel-yel kelompok. Sementara, Billy berpendapat sebaliknya, kelompok dulu kemudian flying fox. 

Penjelasan singkat dari saya di awal pembelajaran membuat beberapa siswa yang bertanya-tanya. Wajar sih. Memang saya sengaja supaya mereka mau mengkonfirmasi. 

Kean bertanya apakah isinya tulisan semua? 

"Memang blog itu isinya tulisan. Tapi supaya lebih menarik tambahkan saat minimal satu gambar atau foto ya."

"Formatnya apa, Pak?"

"Formatnya landscape atau horizontal ya. Cara menambahkan gambar itu mudah. Kalian lihat menu di bagian atas ada icon tulisan, foto atau gambar, dan video. Nah, kalian klik yang icon foto atau gambar. Insya Allah mudah, kok."


Afkar bertanya bagaimana menambahkan tulisan ketika lembar kerja sudah penuh. 

"Kalau sudah penuh tulisannya begini, gimana cara menuliskan lagi, Pak?"

Maksudnya, lembar kerja yang terlihat di layar smartphone. Mereka memang mengerjakan langsung di smartphone, bukan di laptop atau di kertas. Begitulah, menulis tidak harus di laptop atau komputer, tapi bisa di smartphone. Bisa lewat fitur catatan atau langsung di blog. 

"Kamu tinggal pencet enter nanti langsung bertambah lembar kerjanya."

"Kalau empat kalimat dalam satu paragraf boleh Pak?" Purwa bertanya.

"Boleh, dong. Tadi bapak sudah bilang dalam satu paragraf ada tiga hingga lima kalimat."

"Satu paragraf berapa kalimat, Pak?" tanya Tegar. Saya membatin, Tegar ini apa berminat dengan dunia menulis ya? soalnya kalau lihat ekstrakurikuler yang dipilih, dia sih milih pencak silat. Menarik juga kalau ternyata dia tertarik dengan dunia literasi.

"Pertanyaan yang bagus. Di ketentuannya minimal sepuluh paragraf."

"Wah, panjang juga ya pak? Terus kalau satu paragraf isinya berapa kalimat Pak?"

"Pertanyaan yang bagus. Teman-teman, perhatikan! Satu paragraf isinya tiga sampai lima kalimat ya. Untung ada pertanyaan Tegar. Jadi jangan sampai satu paragraf isinya satu kalimat. Kalau gitu seperti itu paragraf selesai lima menit saja. Karena cuma sepuluh kalimat. Seperti itu tidak boleh. Sekali lagi, satu paragraf isinya tiga sampai lima kalimat. Sudah jelas?"

"Sudah, Pak."

Detik berikutnya mereka berputar dengan smartphone masing-masing. Ada yang kelihatan menerawang, mengingat-ingat kegiatan kemarin. Mungkin ada juga yang mengecek grup WhatsApp informasi dari sekolah. Beberapa siswa berkumpul untuk berdiskusi mengerjakan tugas itu.

Tidak lama suasana kembali ramai. Mereka berdiskusi untuk menyamakan rundown kegiatan itu. Untungnya semua siswa ikut sehingga pasti punya pengalaman masing-masing. Tinggal kreativitas mereka menuangkan pengalaman menjadi sebuah tulisan.

Saya akui memang tidak mudah membuat tulisan. Tapi itu manfaatnya banyak karena membuat mereka aktif berpikir. Lebih baik daripada saat belajar di kelas, mereka duduk saja menerima materi dari guru. Itu namanya pasif. Sekarang, mereka berpikir keras untuk membuat tulisan. Itu membuat otak mereka lebih aktif lagi. Kalau saja bisa ditampilkan, neuron atau sel-sel saraf otak mereka aktif membentuk cabang-cabang.

Membuat tulisan memang sulit bagi yang belum terbiasa. Tapi akan lancar kalau sudah terbiasa. Laki-laki atau perempuan punya kesempatan yang sama menjadi seorang penulis. Setiap orang punya pengalaman unik yang bisa dijadikan bahan tulisan.

Waktu hampir habis. Tinggal sepuluh menit lagi. Baru satu orang yang mengumpulkan link tulisannya. Tegar ternyata yang paling awal mengumpulkan. Sudah lengkap dengan fotonya kegiatannya pula. Sementara yang lain masih fokus dengan smartphone masing-masing. Rencananya tidak ada perpanjangan waktu karena ada pelajaran lagi. Saya juga harus mengajar di kelas lain.

Lalu siswa yang lain menyusul mengumpulkan tulisan. Saat waktu tinggal lima menit, ada lima siswa yang mengumpulkan. Masih ada 17 siswa lagi. Banyak yang mengumpulkan pada saat bel pergantian jam berbunyi. 

"Sudah, Pak."

"Sudah dikirim, Pak."

"Saya juga sudah."

"Kalau yang sudah boleh ke kelas Pak?"

"Ya, boleh ke kelas melanjutkan pelajaran berikutnya."

Masih ada yang belum selesai. Naufal belum beranjak dari smartphone. Mau tidak mau, saya tinggalkan dia. Karena saya masih punya kelas lagi. Beberapa orang mengumpulkan lewat batas waktu yang ditentukan. Secara umum saya puas dengan tugas yang dikumpulkan. 

Memberikan Apresiasi

Sebagai bentuk apresiasi, saya membagikan link postingan mereka ke grup WhatsApp guru. Semoga banyak yang membaca agar view-nya bertambah banyak pula. Biar siswa semakin termovitasi menulis. 


Pengumpulan tugas siswa (dokumentasi pribadi)


"Ini mereka yang menulis Pak?" tanya Pak Kodir.

"Betul. Itu juga blog mereka, semua punya blog."

"Wah, keren. Sering-sering saja mereka disuruh menulis, Pak," usul Bu Resi.

"Siap, insya Allah dirutinkan, Bu."

"Apalagi sekolah kita kan banyak kegiatannya. Kalau bisa didokumentasikan lewat tulisan atau foto akan lebih bagus."

"Sepakat. Tentu nanti diupayakan bersama-sama. Saya pengen kolaborasi juga dengan mata pelajaran bahasa Indonesia."

 Tulisan mereka memang masih sederhana, tapi kalau rutin diasah, akan semakin bagus. Besok-besok masih ada kegiatan sekolah. Rencananya saya mau tugaskan menuliskannya lagi. Semoga ini bisa menjadi kebiasaan untuk mengasah mereka jadi penulis. Aamiin. Mengajak siswa untuk menulis memang gampang-gampang susah. Lha gurunya pun begitu. Ya, tidak semua guru yang suka menulis. Alasannya macam-macam. Bisa karena kesibukan, tidak bisa, malu, dan lainnya. 

Kuncinya adalah kemauan. Kalau setiap guru mau dan berani mencoba menulis, pasti bisa membuat karya. Toh, karyanya dipakai juga untuk kepentingan guru misalnya kenaikan jabatan, mendapatkan angka kredit, sertifikasi, dan lainnya. Nah, guru juga kn yang diuntungkan? Makanya, perlu sekali guru menulis.

Kalau guru mengajak siswanya berliterasi, bagaimana dengan gurunya? Kalau siswa ngajak gurunya menulis bagaimana dengan gurunya? Mudah-mudahan tak hanya memerintah saja, tetapi guru ikut memberikan keteladanan dalam berliterasi. Salam literasi. 


Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.


Post a Comment for "Proses Kreatif Menulis Kegiatan Outbond Sekolah"